Salah Asuhan

Bukan cuma si kecil yang bisa salah. Anda pun bisa salah.

Setiap orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk si buah hati. Betul kata pepatah, tak ada harimau yang memakan anaknya sendiri. Tapi dalam memenuhi keinginan itu, orang tua tak bisa bersama anak 24 jam penuh. Ada kalanya niat Anda untuk memberikan yang terbaik, ternyata caranya salah.

Coba cek, apakah Anda pernah melakukan kesalahan terhadap si kecil saat mengasuhnya.

1.     Tidak peduli kebutuhan dasar anak.

Sekolah mahal, mainan banyak dan selalu baru, memberinya les musik, menari, melukis. Tapi, waktu Anda untuk bertemu si kecil dan memanfaatkan waktu bersamanya hanya dua kali dalam enam bulan.

Dampaknya si kecil merasa diri tak cukup berharga karena Anda tak merasa butuh menghabiskan waktu bersamanya. Anda adalah sumber energi si kecil. Ia butuh Anda di sisinya untuk bercerita, bermain dan bercanda. Saat dia merindukan Anda sementara Anda sulit ditemui, dia akan mencari-cari perhatian, dengan perilaku buruk.

Idealnya berikan diri Anda sebagai kebutuhan dasar si kecil. Berikan waktu dan perhatian Anda, dengarkan kisah-kisahnya yang lugu, lucu dan ajaib.

2.     Perlakukan anak seperti orang dewasa.

Makan tak boleh berceceran, pakai baju harus match tanpa diajari, tidak boleh salah, harus cepat mengambil keputusan dan lain-lain. Anda menjadikan diri Anda sebagai standar.

Dampaknya si kecil kelelahan. Otak kecilnya dipaksa bekerja seperti otak orang dewasa. Fisiknya dipaksa mengikuti ritme Anda. Anda membangun rasa rendah diri pada anak karena menempatkannya selalu pada posisi ‘tidak mampu’, tidak sebanding dengan Anda.

Idealnya tuntut anak sesuai dengan milestone atau tahap perkembangannya. Pahami tahap perkembangannya, ikuti iramanya. Pahami jalan pikirannya. Logika anak-anak jauh dari sempurna. Otaknya masih tumbuh, demikian pun fisiknya.

3.     Dilayani habis-habisan.

“Kasihan, umurnya baru 4 tahun. Kalau semua-semua dilakukan sendiri, rasanya kok nggak tega, ya.” Ia diperlakukan sebagai bayi yang belum mampu melakukan apapun.

Dampaknya anak tidak mengembangkan diri. Dia juga tidak merasakan pentingnya usaha untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Ia bisa tumbuh menjadi anak yang manja dan tidak mandiri. Berkaitan dengan perkembangan sosial, ia akan kesulitan menjalin kerja sama dengan orang lain karena sikapnya yang bossy.

Idealnya berikan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu yang seharusnya sudah bisa ia lakukan. Bila perlu, sediakan tempat yang mudah ia gapai untuk mempermudah apapun yang ia butuhkan. Merasa diri mampu melakukan segala sesuatu sendiri, akan meningkatkan harga diri anak.

 

4.     Tidak pernah berkata ‘tidak’.

Kata ‘ya’ selalu keluar dari mulut Anda untuk semua permintaannya. Ketika Anda pelit mengatakan ‘tidak’, sebetulnya Anda hanya peduli pada diri Anda yang tak mau repot-repot konflik dengan si kecil. Anda tidak mau berpikir, mengapa Anda mengatakan ‘tidak’.

Dampaknya anak menjadi penuntut. Ketidakpedulian Anda menular pada anak. Dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli dengan apapun. Misalnya, ia tidak peduli dengan kondisi keuangan anda.

Idealnya pikirkan sebelum mengatakan ‘ya’ atau ‘tidak’ karena anak harus tahu mengapa dia mendapatkan jawaban itu. Terutama untuk bereksplorasi, dua kata ini sangat penting.

5.     Bicara dengan bahasa yang kacau.

Tidak ada standar bahasa yang jelas. Anda sesekali berkata ‘utu’ untuk ‘lucu’, ‘acih’ untuk ‘terima kasih’ atau ‘pepe’ untuk sebutan vagina. Lucu, tapi membingungkan si kecil.

Dampaknya anak tidak dapat belajar cara melafalkan kata-kata yang sebenarnya. Bisa jadi si kecil akan terus berkata ‘aciih’ sampai ia besar, karena seperti itulah pemahamannya.

Idealnya bicara sesuai dengan kaidah bahasa. Ucapkan kata-kata dengan benar, tak perlu mengikuti anak bicara dengan ucapan cadel. Si kecil butuh role model untuk mengenal dan meniru.

6.     Tidak ada disiplin.

Meletakkan tas sekolah di kolong meja, meletakkan sepatu di kursi tamu, ada sendok di rak buku. Menyedihkan sekali kondisi rumah si kecil. Sama seperti di jalan raya yang punya aturan karena aturan dibuat demi keamanan dan kenyamanan bersama.

Dampaknya si kecil tumbuh menjadi anak yang masa bodoh, ceroboh dan seenaknya melakukan apa saja. Pasti banyak orang memilih menghindar daripada bertemu buah hati Anda.

Idealnya ajarkan disiplin pada anak sejak dini. Buat daftar apa saja yang harus dipatuhi oleh semua penghuni rumah, agar semua anggota keluarga bersikap konsisten menjalaninya. Khusus untuk si kecil, Anda bisa membantu mengingatkannya bahwa sepatu tempatnya bukan di sofa, tas sekolah bukan di kolong meja tempatnya.

7.     Tidak dituntut untuk menghormati orangtua.

Demi menjaga keakraban dengan anak atau dianggap sebagai teman yang menyenangkan, Anda berperilaku seperti teman sebayanya. Atau Anda malah membiarkan si kecil memanggil Anda dengan sebutan nama atau dengan ucapkan ‘eh’. Tak ada batasan antara pemegang otoritas dan yang harus mematuhinya.

Dampaknya si kecil tidak belajar menghormati dan memperlakukan orangtua atau orang yang lebih tua darinya. Label ‘tidak sopan’ bisa lekat pada si kecil. Sebab perilaku si kecil seperti ini otomatis akan keluar ketika ia bertemu dengan orang lain.

Idealnya tetap berlakukan konsep menghormati orangtua. Mengucapkan salam saat bertemu orang lain, membungkuk ketika berjalan di depan orang yang lebih tua, sudah menjadi tata krama yan harus diikuti oleh anak.

8.     Tidak mengijinkan anak menjadikan anak.

Memaksakan selera atau mimpi Anda kepada anak, dilakukan para orangtua dari generasi ke generasi. Segala hal harus sesuai dengan kehendak Anda, jika tidak mau maka terror pun Anda lakukan. Misalnya menuurut anda pakaian T-shirt dengan rok jeans yang warnanya senada itu pakaian yang paling bagus untuk anak. Sedangkan menurut anak rok kotak-kotak berwarna merah dedngan T-shirt kuning garis-garis sudah sangat keren.

Dampaknya anak merasa tak percaya diri karena pendapatnya tidak dihargai. Apapun pilihannya, salah di mata Anda.

Idealnya dengarkan pendapat si kecil. Ia memang mash kecil, tapi tidak berarti suaranya tidak didengar oleh Anda atau orang dewasa. Saat Anda mau mendengarkan pendapatnya, ini juga menjadi cara untuk ajarkan anak belajar mendengarkan orang lain. (AB)

Anda Perlu Bantuan Psikolog?

Psikolog berpengalaman dan kompeten di bidang perkembangan, klinis, dan pendidikan siap membantu Anda di Kancil. Layanan ditujukan bagi anak, remaja hingga dewasa.

Mulai Konsultasi